heiyo..

Foto saya
suka putihitembiru. jhenkelind banget. hanya seorang mahasiswi desain.

Minggu, 06 November 2011

Siapa Gerangan Dirinya


Siapa Gerangan Dirinya


Aku menemukan surat itu lagi. Sebuah surat yang berlambang sayap dan hati, yang diletakkan di locker surat tempat kerjaku. Tak ada nama pengirim di surat itu.

Setiap hari aku menemukan surat – surat itu secara berkela, surat dari seseorang yang entah akupun tak tahu siapa. Setiap aku pulang kerja, aku selalu mendapatkan surat itu di locker.

Aku memasukkan surat itu ke dalam tas. Aku ingin cepat pulang ke rumah, hari ini begitu lelah untuk kunikmati. Sepanjang perjalanan pulang, yang aku pikirkan hanya sebuah surat yang ditujukan padaku itu.

--

Aku segera membuka surat itu. Surat yang diberikan seseorang padaku.

Buat seseorang yang selalu memberiku inspirasi..

Terimakasih buatmu yang selalu bisa membuatku tersenyum, membuatku bahagia dan membuatku tenang, tanpa kamu ada di sisiku. Tak perlulah kita saling bertemu, tapi senyum dan tawamu yang selalu kunikmati dengan caraku, sudah membuatku senang.

Apa kamu tau puisi ini ..
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..


Ya, aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Tanpa kamu harus tau siapa aku. Terimakasih buat kamu yang sudah kucintai dengan apa adanya.

Mungkin tanpa kamu mengetahuinya jika kamu adalah  SAYAP-ku, yang mampu menerbangkanku di kala aku kesepian. Kamu adalah tambatan hatiku, yang dapat mengilhami setiap langkah hidupku. Kamu adalah yang terindah, yang pernah ku tahu.

Mencintaimu dengan diam – diam sudah cukup membuatku bahagia.

Aku selalu tertawa melihatmu yang sedang kelimpungan saat bekerja. Mencari barang – barang yang letaknya tak sesuai dengan posisi yang kemarin. Melihat peluh – peluh yang membanjiri wajahmu, rasanya aku ingin membasuhnya.

Tapi aku mencoba untuk menahan untuk itu, karena melihatmu dari tempatku,itu  sudah cukup bagiku.

Doaku selalu menyertaimu setiap langkahmu..

Siapa? Siapa gerangan dirinya yang mencintaiku dengan diam – diam? Dapatkah aku bertemu dengannya?

--

Aku melangkahkan kakiku ke sebuah cafe yang tak jauh dari tempat kerjaku. Aku duduk di beranda cafe, hari ini udara lumayan sejuk untuk dinikmati.

Aku bekerja di salah satu kantor yang mengandalkan keahlian di bidang mesin. Sebuah kantor yang upahnya cukup membuatku bisa makan dan minum.

Aku membuka kembali surat – surat yang pernah dikirimkannya padaku. Begitu banyak surat – surat itu, hampir memenuhi meja. Ya, wajar saja sih jika banyak, hampir setiap hari aku melihat surat – surat itu di locker tempat kerjaku.

Siapa dia? Siapa dia? Siapa dia? Pertanyaan itu terus terngiang di kepalaku.

Begitu berartikah aku di dalam kehidupannya? Padahal kami belum saling bertemu, tapi mengapa dia bisa mencintaiku sebegitu dalam? Mengapa dia begitu yakin jika aku adalah tambatan hatinya? Dan aku sayapnya? Aku tak pernah membuainya, hingga membuatnya seakan terbang  di kala dia kesepian. Tak bosankah dia mengirimkan surat kepadaku?

Wusss...

Angin yang bertiup dengan kencang itu menjatuhkan surat – surat yang sedang kubaca ke lantai. Aku pun bergegas mengambilnya.

Tanpa aku sadari, ada sebuah tangan yang membantuku mengambil surat – surat yang berserakan itu. Aku melihatnya yang masih asyik memungut surat, wajah yang cantik, manis, dan lucu. Ada rasa damai jika melihat wajah itu.

“makasi ya.” jawabku seraya tersenyum pada gadis cantik itu.

Dia ingin membalas senyumku, tapi ...

“lho? Marcel! Kamu ada di sini?” Aku menatap seorang gadis yang mengajakku berbicara itu. Dia adalah Sera, salah satu teman SMA-ku.

“eh iya.” Dia membantuku mengambil surat  - surat itu.

“surat apaan nih?”

“hmm. Makasi ya Ser, udah mau membantuku mengambil surat – surat ini.”

Aku menatap gadis -yang tak ku tau namanya itu- , terlihat ada guratan sedih di wajah cantiknya itu. Dia seolah tak senang aku berbicara dengan Sera. Tapi aku tak ambil pusing. Aku meninggalkannya dan berlalu ke kursi-meja yang tadi ku duduki.

“waw. Banyak ya surat – suratnya? Dari siapa Cel?” tanya Ardi -temanku yang datang bersama Sera- sambil melihat surat – surat itu.

Aku langsung merapikannya. Aku tak ingin mereka turut membaca surat – surat ini. Tak ingin.

“hmm. Bukan dari siapa – siapa kok.”

Kami pun larut dalam perbincangan kami. Setidaknya masalah surat sudah tidak dibahas lagi. Aku tak ingin siapapun mengetahui tentang surat yang dikirim oleh seseorang, yang akupun tak tau siapa pengirimnya.

--

Aku menemukan surat itu lagi. Terselip dengan rapi di locker surat tempat kerjaku. Aku segera mengambilnya. Dan berlalu menuju rumahku.

Surat itu kini telah memenuhi sebagian dari pikiranku. Penasaran dengan siapa gerangan yang mengirimkannya padaku.

--

Aku segera membuka surat berlambang sayap dan cinta itu.

Buat seseorang yang selalu menjadi inspirasiku..

Biarkan saja hati yang berbicara.
Biarkan saja mata yang memandang.
Biarkan saja pikiran yang meraba.
Jangan kau tanya siapa aku.

 Seperti suratku yang terdahulu. Aku sudah cukup mengagumimu dari sisiku. Mataku selalu memandang ke arahmu, tidak bisa ia melepaskan pandangku ke arah lain. Seakan dia mengerti siapa orang yang ku cintai dengan tulus.

Seperti suratku yang terdahulu. Aku sudah cukup mengagumimu dengan hatiku. Hatiku tak pernah luput untuk selalu memikirkanmu. Seakan dia mengerti siapa orang yang pantas aku tunggu.

Seperti suratku yang terdahulu. Aku sudah cukup mengagumimu dengan pikiranku. Pikiranku yang sudah terpenuhi olehmu. Seakan dia mengerti siapa orang yang menjagaku selamanya.

Dan itu semua adalah KAMU. Bukan yang lain, hanya KAMU.

Surat yang cukup singkat. Tapi membuatku seolah berarti dimatanya. Entah mengapa, walaupun aku belum bertemu dengannya. Aku merasa aku mengenalnya.

Tapi siapa gerangan dirinya?

--

Udara malam ini begitu gerah. Rasanya aku ingin berjalan – jalan, menghirup udara malam di ibukota. Aku segera mengenakan kemeja kesayanganku tanpa menyatukan kancing – kancing yang berada di kedua sisinya.

Aku mengunci pintu rumah, kemudian menikmati indahnya malam dan segarnya udara ibukota. Belum lama aku berjalan, aku melihat gadis itu. Gadis yang sempat membantuku mengambil surat, yang berjatuhan di lantai kala itu.

Jujur saja, aku kaget melihat gadis itu. Bukan karena gadis itu sempat membantuku, tapi karena sesuatu yang di pegangnya. Sebuah surat. Surat yang sama persis dengan surat – surat yang selama ini aku dapatkan.

Gadis itupun kaget melihatku. Dia menggelengkan kepalanya. Sepertinya dia tidak percaya jika aku harus mengetahui, jika ia yang selama ini mengirimkan surat padaku.

Seketika itu dia berlari dengan kencang, sepertinya dia ingin menghindariku. Dia belok ke arah tikungan, aku mencoba menyusulnya.

Byuurr..

Ooh sial! Aku terkena cipratan genangan air yang dilajukan sebuah mobil yang melintas dengan kencang.

Begitu sampai di tikungan, aku di kejutkan oleh sesuatu. Gadis yang berlari tadi terkapar tak berdaya di jalan dengan berlumuran darah, sepertinya mobil yang mencipratkan air ke padaku tadi yang menabraknya.

Aku segera berlari kearahnya. Dia masih menggenggam surat berlambang sayap dan cinta itu. Aku berusaha menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit.

--

Aku tak henti untuk mondar mandir, aku takut sesuatu terjadi padanya. Aku teringat sesuatu, surat yang tadi dibawa gadis itu. Kini surat itu memang ada padaku.

Perlahan aku membuka surat itu.

Buat seseorang yang selalu menjadi inspirasiku..

Suratku kali ini, hanya sebuah surat singkat. Aku hanya ingin engkau tau, jika kau adalah nafasku juga nadiku. Kau telah meniupkan sebuah angin cinta padaku. Tanpa kau sadari, kau telah menyemangatiku dengan senyumanmu yang selalu terpancar dari wajahmu. Kau tau, kau sangat berarti bagiku. Mungkin kau telah menjelma menjadi denyut nadiku. Aku tak tau jika tanpamu, aku masih semangat untuk menjalani hidup apa tidak. Aku tak pernah rela kau di miliki oleh orang lain. Maaf, jika aku apatis, tapi ini yang kurasakan terhadapmu.

Hatiku takkan pernah berhenti untuk mencintaimu. Terimakasih buatmu yang selalu kucintai.

Marsha.

Marsha? Jadi nama gadis manis itu Marsha?

Aku melipat kertas itu kembali dan memasukkannya ke dalam amplop, seperti semula. Tanpa terasa air mataku menetes.

Ya Tuhan, selamatkan gadis itu. Gadis yang telah menyadarkanku, jika aku tak boleh membenci diriku sendiri. Karena di luar sana ada gadis yang mencintai diriku lebih dari yang ku tahu.

Ya, memang aku selalu membenci diriku sendiri. Tentang kehidupanku yang hancur, hingga aku memutuskan untuk keluar dari rumah dan mencoba hidup sendiri. Tentang cita – citaku yang tak kan pernah tercapai karena aku berhenti sekolah. Banyak sesuatu yang membuatku membenci diriku sendiri. Aku merasa tak beruntung saat itu.

Tapi kini, semua seolah berbanding terbalik. Gadis itu, gadis yang tak aku kenal sama sekali. Berhasil merubah sudut pandangku tentang kehidupanku.

--

Kriek..

Seorang dokter keluar dari ruangan dimana sang gadis itu berada. Dia membuka masker yang menutup mulut dan hidungnya.

“gimana dok? Dia nggak apa – apa kan?”

Dokter itu hanya menggeleng pelan. Menandakan jika Marsha, gadis yang telah merubahku itu, tidak bisa diselamatkan.

Aku segera duduk dan menundukkan kepalaku. Aku menangis dalam diam. Mengapa aku harus bertemu dengannya di saat ia harus pergi?
--

Buat seseorang yang berhasil merubahku tentang cara berpikirku..

Terimakasih buat kau yang selama ini selalu mengirimkanku surat – surat padaku. Banyak kata indah yang kau tujukan padaku, yang kau tulis dengan segenap perasaan. Sungguh aku senang kau menyanjungku dengan begitu dalam. Tanpa kau sadari, kata – kata yang kau tulis dalam setiap surat yang kau kirimkan padaku, sudah merubah sudut pandangku.

Tak seharusnya aku membenci diriku sendiri. Seharusnya aku lebih menghargai diriku, menghargai apa yang telah diberikan-Nya padaku. Aku tak percaya jika kau mencintaiku lebih dari yang aku tahu. Sampai detik kau pergi, kau tak pernah berhenti untuk mencintaiku dan terus mencintaiku.

Terimakasih buat goresan pena yang kau tujukan untukku. Goresan – goresan itu kini akan menjadi penyemangatku dalam tiap langkahku.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada..

Beribu buat terimakasihku buatmu,.
Dengan cinta kutulis surat ini untukmu yang di sana.

--


Nb :
Cerita ini aku bikin gara – gara mendengarkan lagunya PADI – Siapa Gerangan Dirinya, dan juga melihat video klipnya. Bagiku lagu ini bagus banget, tentang pemuja rahasia lebih tepatnya. Aku memang tak pernah bosan mendengarkan lagu ini..

SIAPA GERANGAN DIRINYA
Ciptaan: Piyu/Fadly

Aku sayapnya...tambatan hatinya
Yang mengilhami tiap langkah hidupnya
Begitu adanya...dalam goresan pena
Ia suratkan berkala untukku
Tak sekalipun kujumpai dia

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga hati meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya

Aku nafasnya mungkin pula nadinya
T'lah meniupkan cinta sejatinya
Berartinya aku dimata hatinya
Kan menjaga denyut jiwanya
Sungguh enggan ia merelakan aku

Tak pernah berhenti mencintaiku
Seluruh jiwa raga hati meskipun samar
Siapakah gerangan dirinya

--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar