Cahaya Putih
Dan kini kubergegas tuk segera siapkan diriku
tuk mulai menjalani hari ini
Tak sabar ku temui seluruh sahabat yang tersenyum
menyambut datangnya pagi ini
Dan kukatakan
Selamat Pagi !!
(Ran-Selamat pagi)
tuk mulai menjalani hari ini
Tak sabar ku temui seluruh sahabat yang tersenyum
menyambut datangnya pagi ini
Dan kukatakan
Selamat Pagi !!
(Ran-Selamat pagi)
Aku tersenyum lebar, kala melihat matahari muncul dari persembunyiannya. Pagi yang cerah. Pagi yang kurindukan selalu.
Aku beranjak dari tempatku berdiri dan bergegas menuju kampus. Akan kujadikan hari ini lebih menyenangkan dari hari-hariku sebelumnya. Bukankah seharusnya begitu? Hari ini, hari esok adalah hari yang menyenangkan dari hari kemarin.
Seperti biasanya, kampus di pagi ini masih sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor dan mobil yang terparkir di lapangan parkir yang luas ini. Aku segera memarkir motorku dan berlalu menuju kelas.
Kelas masih sepi. Sangat sepi. Hanya aku yang sudah datang. Apa aku salah jadwal? Kurasa tidak.
Ya sudahlah, selagi menunggu lebih baik aku tidur sejenak. Setidaknya sampai teman-teman dan dosenku datang. Kebiasaan buruk yang belum bisa kuhilangkan, begadang mengerjakan tugas. Alhasil, ngantuk di pagi hari saat kuliah.
Hah? Suara gaduh apa ini?, batinku ketika mendengar suara-suara yang menggangguku. Aku terbangun dari tidur singkatku, dan melihat wajah teman-temanku.
Wajah riang yang biasa kutemui kini berubah sendu. Ada apa ini? Tak biasanya wajah-wajah itu terlihat sedih. Aku mencoba mendekati Dian yang duduk di pojok kelas, tak jauh dari tempatku. Sepertinya dia sedang asyik membuka Facebook, salah satu jejaring sosial yang sedang menjamur.
“Bangun, Jo. Jangan tidur terus. Kamu harus lihat, betapa matahari bersinar terang hari ini.”
Sebait kata dalam statusnya membuatku terhenyak. Siapa yang dimaksud dalam statusnya itu? Siapa yang sedang tidur? Aku kah orang itu?
Setelah menulis status, ia membaca status terbaru dari yang lain. Kemudian ia meng-like-nya.
“Jojo, kamu kuat. Kamu tangguh. Lihatlah dunia membutuhkanmu.”
“Jo, bangun ya. Nanti kita jalan-jalan lagi sama yang lain. Seperti janji kita dulu.”
“Yang aku tau, kamu kuat. Kamu lucu, kamu nyenengin, kamu tegar. Aku ingin kamu bangun, membuka mata dan menyapa kami. Hanya itu.”
Setelah itu, ia membuka akun Facebook-ku. Ridho Wahyu.
Kemudian ia membacanya. Aku melihat wajahnya, setetes air mengalir dari mata indahnya. Lagi. Aku terhenyak membaca komentar di dinding facebook -ku. Ada apa ini?
Aku berdiri dari dudukku kemudian keluar kelas. Sekilas aku melihat ke arah Dian dan Ibas duduk tepat di tempat duduk yang aku tempati tadi. Mencoba menenangkan Dian yang masih menangis. Kini mataku tertuju ke sekeliling ruangan, tak ada tawa dan senyum indah yang tersirat dari wajah mereka.
Seolah tak ada matahari yang menyinari kelas ini. Kemana matahari yang selalu singgah di kelas kami? Bosankah ia menyinari hari-hari kami?
Ada apa dengan suasana ini? Atau ada apakah denganku?
Mengapa mereka termenung dan memandang wajahku dalam sehelai kertas? Tidak tahukah mereka aku ada disini, bersama mereka.
Aku kembali melangkahkan kakiku menuju keluar kelas. Pandanganku tertuju pada segerombolan senior yang biasa ramai, kini tenang dan damai. Tak seperti biasanya.
Lagi. Pertanyaan yang sama terus mengalir dari kepalaku, ‘Ada apa ini?’.
--
Hari semakin siang, tapi matahari tak bersinar seterang pagi tadi. Mendung bergelayut penuh kesedihan, mengganti cerah yang sempat hadir.
Aku segera menuju lapangan parkir dan bergegas pulang ke rumah. Ingin rasanya bertemu Ibu dan Ayah.
Butiran-butiran kecil dari langit jatuh membasahi bumi, kemudian tercium aroma tanah basah. Dinginnya udara kali ini.
Aku meminggirkan motorku dan berteduh di sebuah halte. Aku memeluk tubuhku. Sejenak aku membayangkan kamar tidurku. Tidur di kala hujan memang menyenangkan.
Cukup lama, aku menunggu hujan reda. Walaupun tak sepenuhnya reda, hanya gerimis yang menemani. Aku segera berlalu menuju rumahku.
Entah mengapa, kali ini aku merindukan sosok Ibu dan Ayah juga Kakak dan Adikku. Setelah menempuh jarak yang lumayan jauh, akhirnya aku sampai di depan rumah.
Tapi apa yang kulihat? Rumahku ramai dengan orang-orang berbaju hitam. Hanya raut wajah sedih yang terpancar dari wajah mereka.
Pandanganku beralih ke segerombolan pemuda dan pemudi. Terdengar jerit tangis dari seorang perempuan, dan beberapa dari mereka mencoba menenangkan. Aku memicingkan mataku. Bukankah itu teman-teman kelasku? Dian? Ibas?
Mengapa mereka ada di rumahku? Bukankah seharusnya mereka di rumah mereka atau entah pergi kemana karena kuliah telah usai. Tapi mengapa mereka ada di sini?
Lagi-lagi pertanyaan yang sama muncul. Ada apa ini?
Apakah ada yang meninggal? Siapa? Pikiranku terbang melayang, terlintas wajah Ayah dan Ibu.
Aku segera berlari masuk ke dalam rumah, tak peduli dengan kerumunan orang-orang yang menghalangiku masuk. Aku ingin segera bertemu dengan mereka berdua.
Aku tersenyum senang kala kulihat Ayah dan Ibu baik-baik saja. Mereka berdua duduk menghadap seseorang yang sedang tidur berselimut kain putih.
Siapa itu?
Sebelum aku mencoba mendekat. Teman-temanku yang tadi masih diluar menerobos masuk ke dalam. Ada beberapa senior yang datang. Ada juga teman-temanku semasa sekolah dulu.
Pikiranku dibuat pusing akan semua ini. Ada apa?
Tiba-tiba saja, aku melihat gadis berkurudung hitam yang terus mengeluarkan air mata. Alisa. Cewek yang beberapa bulan ini mencuri perhatianku.
Sebelumnya tak pernah aku melihat ia sesedih ini, ingin rasanya aku menghapus air mata itu. Aku tak ingin melihatnya menangis.
Aku berjalan pelan menuju Ayah dan Ibu. Sejujurnya aku penasaran dengan seseorang yang sedang tidur di depan mereka dan dikelilingi beberapa orang itu.
Kini, aku hanya diam mematung. Aku kah itu? Mengapa aku bisa tidur di sana, bukankah aku sedang berdiri di sini?
Tuhan, ada apa ini?
“Jo, ragamu memang udah nggak ada. Tapi tawa, canda, ceria, dan semua tentangmu masih terukir di hati kami.”
Aku mendengar sebuah suara yang memanggil namaku. Aku menoleh ke sumber suara itu, Devi, temanku semasa SMA dulu.
“Kampus sepi tanpa kamu, Jo. Kami semua sayang kamu. Sangat sayang.”
Wira menangis tersedu. Aku tak pernah melihat cowok sangar ini menangis seperti itu. Bukan hanya Wira saja yang menangis, tapi hampir semua yang hadir di sini menangis. Terharu dengan mata berkaca-kaca.
Aku menatap Ayah dan Ibu. Wajah lelah penuh kesedihan itu, mungkinkah tak bisa kulihat lagi? Ingin rasanya memeluk mereka untuk terakhir kalinya. Aku mencoba memegang tangan Ibu, tapi tak bisa.
Seketika aku sadar akan semua ini. Aku tak bisa bersama mereka lagi untuk selamanya. Aku tak bisa bercanda, bercerita dan bermain lagi bersama mereka.
Aku menatap wajah orang-orang yang kusayangi ini sekali lagi. Aku terhenyak. Begitu berartikah aku di mata mereka? Semua merasa kehilangan.
Sayup-sayup aku melihat cahaya putih, yang tak kuketahui asalnya darimana. Cahaya itu seolah memanggilku untuk pergi bersamanya.
Untuk terakhir kalinya, aku menatap wajah mereka.
Aku tahu, aku akan merindukan mereka, orang-orang yang kusayangi. Kuharap mereka pun begitu. Merindukanku yang tak bisa bersama mereka lagi, untuk selamanya.
-- FIN –
“Selamat Jalan Mbak Sapta, Heri, dan Fajar”
PS :
Cerpen ini saya dedikasikan untuk senior saya, Mbak Sapta. Teman semasa SMA saya dulu, Heri. Dan adek kelas saya, Fajar. Buat Mbak Sapta dan Fajar, saya memang tidak begitu kenal kalian berdua. Tapi ketahuilah, mendengar berita duka tentang kalian membuat saya terhenyak. Kaget. Ya, saya pun merasa kehilangan sosok kalian. Terlebih saat saya membaca komentar teman-teman kalian di Facebook. Kalian orang baik, kalian orang hebat, semua merasa kehilangan. Buat Heri, teman SMA saya. Kita memang tak begitu dekat, tapi sesekali saling menyapa. Tapi itu sudah sangat berarti. Saya ingat, kamu dulu suka melucu, ada saja kelakuan ataupun kata-kata lucu yang kau lontarkan. Kamu bisa membuat orang-orang didekatmu tertawa karenamu.
Buat Mbak Sapta, Heri dan Fajar. Semoga arwah kalian diterima disisiNya. Ditempatkan di tempat terindah, surga. Benar adanya, jika orang baik pergi terlebih dahulu. :”)
(Bondan Prakoso and Fade 2 Black -R.I.P)
Apa kata yang tepat untuk protes terhadap waktu
Rhyme style apa yang pas untuk demo sedih diriku
Air mataku sanggup katakan lebih banyak dari pada
pesan yang disampaikan semua kataYoo.. yo capital A. N. double much respect fo ya
Kau Selalu karyakan beat untuk rima ber-lima
Meski jarak terbentang ambisi bukan halangannya
Roda dua F1Z menghempas debu Bogor-JakartaSahabat terbaik dalam mengejar mimpi
Teman terhebatku untuk dapat berdiri
Kawan yang tepat untuk sharing hal-hal kecil
Kuping yang pas untuk
Untuk dengar rima Cypress HillMasih tergambar jelas alunan takdir
Kita lewati malam dengan sebotol beer
Bicara, tertawa, bertingkah semaunya
Sudah saatnya kau tenang di alam sanaHari - hari yang kan ku jalani
Kini semua kan terasa sunyi ...
Walau hampa pasti ku hadapi
Ku ucapkan slamat jalan ...Slamat jalan teman, semoga kau tenang
Semua canda tawa bayangmu takkan pernah hilang
Dalam setiap langkah, kau slalu ada
Sampai kini ku tak percaya kau telah tiadaYo.. yo.. Mungkin batu nisan pisahkan dunia kita
Namun ambisimu kan kujaga slalu membara
Gapailah doa yang slalu kubaca
Menemani langkahmu menuju singgasana surgaSelamat tinggal
tidur yang lelap
mimpi yang indah
slamat jalanSelamat tinggal (We love you my brother you'll always in my heart)
tidur yang lelap (Even now and forever we'll always one blood)
mimpi yang indah (Hope God give you heaven, may God be with you)
slamat jalankami detik ini tanpa kau seperti minus 1
Kami hisap King Arthur untuk kau kawan
Kami minum ini hanya untukmu teman
Kau adalah milik-Nya, dan kepada-Nya lah kau kembali
Sampai bertemu Brother, dialam sana nanti
Rhyme In Peace



wah, kalimat terakhir bagus banget :)
BalasHapustulisannya juga bagus, keren
jempol!!
Fridi Graphic
terharu :(((((((((
BalasHapuskeren tulisannya...km suka bkin cerpen ya?
mw ikutan projek antologi tak???
salam kancut ;)
Tulisannya bagus sekali.. Mata jadi berkaca-kaca.. 2 thumbs
BalasHapusAduuh.. ternyata cerpen ini didedikasikan utk orang yg udah pergi, aku jadi terharu.. Selamat jalan untuk mereka, rest in peace :/
BalasHapusAnyway, salam kenal ^_^
@fridiGraph.. makasi fridi, udah mau baca :D
BalasHapus@ca Ya.. suka. tapi gak pake banget, soalnya nulis hanya sekedar iseng belaka. hehe :D projek antologi apa ya? salam kancut balik :D
@afrinaldi.. makasi ya afri :D sudah mau baca dan mampir :)
@basithKA.. hei makasi ya basith, sudah mau baca dan mampir. :D iya, ini aku dedikasikan untuk mereka yang sudah tenang di sana. salam kenal balik :)
BalasHapusyak Allah jadi keinget adeknya temenku yg meninggal. waktu meninggal juga banyak banget yang ngewall. yang lebih seremnya sebelum meninggal pas masih sehat-sehat dia update status "kalo harus aku yang pergi.. ya udah", makanya status adalah doa. besoknya kecelakaan masuk ICU. nice uyuuudh! ditunggu cerpen selanjutnya :D
BalasHapusyudh. sama aja. sama adek kelas itu. sebelumnya dia update status "wayahe turu", kapan harinya kecelakaan, koma dan meninggal yudh. sumpah menyedihkan yudh :'(
BalasHapus